:: Ladang beramal bagi Donatur salurkan melalui Bank BNI Syari'ah Yogyakarta - Nomor : 0169782473 - a.n. Sudjito S.E. ::

Senin, 08 Maret 2010

SHOLAT BUKAN UNTUK ALLAH

Asy-Syu'ara 26:109

وَمَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ , إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَىٰ رَبِّ الْعَالَمِينَ


Sholat atau sembahyang itu untuk siapa sebenarnya? Adakah dengAn menunaikan
sholat Allah akan menjadi lebih berkuasa dan lebih agung? Adakah sama seperti
partai politik yang mendapat berkuasa bilamana rakyat memilih mereka semasa
pemilihan? Manusia sebenarnya tidak sadar dengan meninggalkan sholat sebenarnya membuat manusia menuju kemusnahan?


Manusia lebih percaya kepada sesuatu yg nyata, yang realitas, seperti manusia
yang mengikut kata-kata penceramah politik dan percaya dengan janji-janji yang dikatakan
ataupun mendapat "kampanye" dari berbagai pihak sebelum pemilihan, baru mereka
akan membuat pilihan untuk memilih atau tidak. Manusia juga menyamakan memilih dgn sholat.

Bila kita melihat cara manusia berhadapan dengan Allah, walaupun Allah telah
menjanjikan banyak kenikmatan bagi mereka yang patuh pada perintahnya, tetapi karena
tidak percaya (iman) sepenuhnya, Allah itu maha berkuasa, manusia makin
lama makin menjauhi Allah. Ada yg dulunya rajin sembahyang
semakin malas, kalau sholat pun tidak ikhlas, untuk pamer, hanya seminggu sekali atau setahun sekali saja malah ada yang merasa sudah tidak perlu
lagi sholat.

"Bila pekerjaan sudah ada, jaminan kerja dan gaji bulanan sudah tetap, bila
kemampuan sudah ada ditangan, bila fisik kuat penyokong, buat apa aku perlu
sembahyang lagi?", begitu mungkin jalan berpikirnya. Rata-rata menjadikan alasan kehidupan modern amat sibuk menyebabkan tiada waktu atau kesempatan untuk sholat. Sebenarnya semakin manusia menjauhi sholat semakin manusia menuju kehancuran. Memang secara harfiah bukan diri sendiri yang hancur tetapi (bisa) umat manusia secara keseluruhan.

Sholat sebenarnya merawat prefontal cortex atau nama lainnya frontal lobe,
bahagian depan otak yang sebenarnya bagian yang untuk berfikir. Menguasai 30
hingga 40% dari keseluruhan otak, frontal lobe adalah bagian yang
menjalankan fungsi eksekutif, CEO, yg menganalisa, memilih,
memikir semua kebarangkalian, kemungkinan dan juga akibat dari tindakan-tindakan
tertentu, lebih menyeluruh bukan sekedar kepentingan diri sendiri tetapi
kepentingan seluruh masyarakat, lebih bersimpati. Frontal lobe juga
mendukung kita fokus dalam melakukan sesuatu, baik belajar ataupun untuk
mengejar cita-cita tertentu. Frontal lobe yang lemah memberi banyak kesan buruk pada manusia, lebih bersikap kehewanan dan mementingkan diri sendiri. Bukankah
ini yang banyak terjadi dizaman yang serba modern dan materialistik ini?

Bagaimana sholat merawat otak? Fokus atau khusyuk... ini jawabannya. Jika kita
bertekad untuk mencoba fokus pada bacaan, pada makna bacaan tersebut, saat itu
sebenarnya kita melatih frontal lobe, seperti masuk gymnasium mengangkat
berat untuk melatih otot-otot tertentu. Sujud pula menyalurkan darah kebagian
tersebut yg begitu dahaga akan oksigen disebabkan aktiviti fokus tadi. Jadi
jika diulang-ulang lama kelamaan bagian otak depan kita ini akan lebih kuat,
dan bila lebih kuat kita akan lebih fokus dan bisa berfikir dengan lebih
sempurna.

Sebab itu ada yang menunaikan sholat tetapi tetap melakukan kemungkaran, mereka
ini bisa jadi adalah golongan yang tidak khusyuk, sama seperti pergi ke
gymnasium dan hanya melihat sahaja "dumbell" tersebut kemudian bertanya-bertanya
"aku sudah pergi fitnes tapi mengapa otot tak besar-besar juga?". Manusia begini
mengharapkan dosa-dosanya dapat diampunkan dgn bersholat, tetapi ini hanya akan
menjadi putaran "loop" yg berulang-ulang, sholat-munkar, sholat-mugkar. Jadi
bila non muslim melihat muslim yg sembahyang tetapi berbuat dosa, jatuhlah
maruah Islam itu sendiri. Tersenyum sinislah mereka ketika kita mencoba
menyebarkan syiar Islam.

Sebab itulah sembahyang yang diterima hanyalah sembahyang yang khusyuk karena ia
merawat frontal lobe dan Allah juga berfirman yang manusia amat dekat
kepadaNya ketika sujud (Al-Alaq 96:19). Manusia akan tetap hidup seperti
biasa walaupun prefrontal cortex yg lemah karena manusia bisa hidup tanpa
berfikir. Berjalan, berlari, memandu, menyiapkan kerja di kantor ataupun apa
saja perbuatan-perbuatan rutin karena pada dasarnya itu adalah melalui memori
(fungsi bahagian otak yang lain). Memori senada dari pembelajaran, persekitaran
dan pemerhatian. Yg bahaya sekali adalah pemerhatian melalui tv, ia adalah
alat pemukau yg paling berkesan. Gaya hidup dan tingkah laku seorang artis tertentu (dalam program TV, misalnya)sudah cukup untuk mengubah peminat seluruh negara mengikut caranya, jika baik alhamdulilah, jika tidak? Tunggu saja kaibat buruknya. Mengapa? Karena kuatnya yang membuat keputusan mengikut rasa dan bukannya mengikut akal dan fikiran sebenarnya.

Sholat adalah salah satu cara yang bisa mengalihkan diri kita dari mengambil
keputusan mengikut rasa, keputusan yg berfikir. Keputusan yg lebih
menyeluruh mengambil semua kebarangkalian termasuk perhatian kepada masyarakat
dan persekitaran. Sholat untuk kebaikan manusia itu sendiri sebenarnya,
sesuai untuk kehidupan manusia, baik dari zaman nabi hingga ke hari
kiamat. Semakin manusia meninggalkan sholat semakin itu dunia menuju
kehancuran, tidak perlu kiamat, kehidupan bagi sesetengah manusia sekarang
sudah seperti di neraka tetapi tidak pernah terfikirkah mereka mengapa?

*Solat itu karena Allah tetapi bukan untuk Allah*, untuk kebaikan manusia
itu sendiri. Walaupun tiada seorang pun manusia yang menunaikan sholat, Allah
akan tetap agung, tidak berkurangan zat-zat Allah itu. Patuhnya kita menunaikan
sholat
itu tanda bersyukur dan berterimakasih kepadaNya lantaran menambahkan
lebih lagi nikmat dari sumber yang tidak disangka-sangka. Tetapi nikmat
sembahyang itu hanya bisa dirasakan bagi yg benar-benar ikhlas & fokus/khusyuk
didalam sholatnya.

Teramat benarlah apa yang digemakan oleh bilal ketika azan.. Haiya alal
falah.. Marilah menuju kejayaan, iaitu kejayaan dunia dan akhirat.

[+/-] Selengkapnya.....

MENATA ORGANISASI TA'MIR MASJID

Masjid tempat beribadah umat Islam, baik dalam arti khusus (mahdlah) maupun luas (ghairu mahdlah). Bangunannya yang besar, indah dan bersih sangat didambakan, namun masih kurang bermakna apabila tidak ada aktivitas syi’ar Islam yang semarak. Shalat berjama'ah merupakan parameter adanya kemakmuran Masjid, dan sekaligus menjadi indikator kereligiusan umat Islam di sekitarnya. Kegiatan-kegiatan sosial, da'wah, pendidikan dan lain sebagainya juga akan menambah kesemarakan dalam memakmurkan Masjid.



Masjid adalah Baitullah tempat kita beribadah dan kembali kepada-Nya. Di Masjid kita mengabdi kepada Allah subhanahu wa ta’ala, berjama’ah dalam shaff-shaff yang teratur. Sikap dan perilaku egaliter dapat dirasakan, kebersamaan dan ukhuwah nampak dengan jelas, serta perasaan saling mengasihi sesama muslim terbentuk dengan baik. Di sini pula ghirah Islam dan kesatuan jama’ah menjadi nyata.

Di masa Rasulullah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, selain digunakan sebagai tempat shalat berjama'ah, Masjid juga memiliki fungsi sosial-budaya. Bagi umat Islam mengaktualkan kembali fungsi Masjid sebagai tempat ibadah dan pusat kebudayaan adalah merupakan sikap kembali kepada sunnah Rasul; yang semakin terasa diperlukan di era globalisasi dengan segenap kemajuannya. Reaktualisasi fungsi dan peran Masjid adalah salah satu jawaban untuk meraih kembali kejayaan umat Islam.

Dengan mengaktualkan fungsi dan perannya berarti kita telah menempatkan Masjid pada posisinya dalam masyarakat Islam. Masjid menjadi pusat kehidupan umat. Artinya umat Islam menjadikan Masjid sebagai pusat aktivitas jama’ah-imamah serta sosialisasi kebudayaan dan nilai-nilai Islam. Pada gilirannya, insya Allah, membawa umat pada keadaan yang lebih baik dan lebih islami.

Untuk merealisasikan fungsi dan peran Masjid di abad ke-15 Hijriyah diperlukan organisasi Ta’mir Masjid yang mampu mengadopsi prinsip-prinsip organisasi dan management modern. Sehingga aktivitas yang diselenggarakan dapat menyahuti kebutuhan umat serta berlangsung secara efektif dan efisien.

Kebutuhan akan organisasi Ta’mir Masjid yang profesional semakin tidak bisa ditawar lagi mengingat kompleksitas kehidupan umat manusia yang semakin canggih akibat proses globalisasi, kemudahan transportasi, kecepatan informasi dan kemajuan teknologi.


MERUBAH BUDAYA ORGANISASI

Organisasi Ta’mir Masjid secara kuantitas sudah banyak, namun sebagian besar kinerjanya masih sangat memprihatinkan. Hal ini terlihat dengan kurang profesionalnya Pengurus maupun minimnya aktivitas yang diselenggarakan. Banyak faktor yang mempengaruhi kurang profesionalnya kebanyakan Pengurus Ta’mir Masjid, di antara yang penting adalah minimnya pengetahuan dan kemampuan berorganisasi mereka. Bahkan, ada di antara mereka yang belum mengenal apa itu ilmu organisasi dan management. Sehingga menimbulkan budaya organisasi yang kurang sehat dan dinamis.

Untuk itu, umat Islam perlu menata organisasi Ta’mir Masjid yang sudah ada, terutama sistim organisasi dan managementnya. Merubah budaya organisasi bukan hal yang mudah karena akan menghadapi banyak kendala. Kendala-kendala itu muncul disebabkan adanya faktor-faktor internal dan eksternal, seperti misalnya:

1. Budaya lama yang sulit menerima perubahan (status quo).

2. Adanya orang-orang yang merasa kehilangan pengaruh atau tersingkir.

3. Ketidaksiapan umat dalam menerima sistim baru.

4. Sumber daya yang masih kurang mendukung.

5. Kurang jelasnya informasi maupun belum adanya lembaga pemberdayaan (konsultan) Masjid yang handal.

6. Belum adanya bukti yang dapat dijadikan contoh.

Adanya kendala bukan berarti kita harus menyerah, tetapi justru dituntut untuk lebih serius dalam membawa perubahan positif. Bila perubahan ini berhasil, insya Allah, kita akan menyaksikan organisasi Ta’mir Masjid yang profesional di mana-mana. Mereka mampu mengelola aktivitas kemasjidan secara baik dan bisa saling bekerja sama di tingkat lokal maupun nasional.


MEMANFAATKAN ILMU ORGANISASI DAN MANAGEMENT

Allah subhanahu wa ta’ala telah mengajarkan kepada umat manusia berbagai macam ilmu pengetahuan, baik quraniah maupun kauniah. Semua manusia, baik muslim maupun kafir, mendapat hak sama untuk mendapatkan pengetahuan, sebagaimana firman-Nya:

Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS 96:3-5, Al ‘Alaq).

Demikian pula, ilmu organisasi dan management adalah merupakan karunia Allah juga, yang diberikan kepada para hamba-Nya yang mau memperhatikan sunnatullah dan ciptaan-Nya di alam raya ini. Tidak ada salahnya bila kita mengadopsi keilmuan tersebut dengan menggunakan filter nilai-nilai Islam.

Kita tahu, bahwa ilmu organisasi dan management tumbuh secara terstruktur di dunia Barat dan kemudian berkembang dengan baik ke seluruh dunia, terutama Jepang. Mengingat mereka kebanyakan belum muslim, maka diperlukan seleksi. Diakui atau tidak, umat Islam telah memanfaatkannya. Karena itu diperlukan sentuhan nilai-nilai Islam dalam mengaplikasikannya. Bahkan, bilamana memungkinkan umat Islam dapat menghadirkan organisasi dan management yang islami.

Organisasi dan management telah menjadi bagian yang menyatu dengan kehidupan manusia. Insya Allah, dengan memanfaatkannya suatu lembaga, termasuk organisasi Ta’mir Masjid, dapat bekerja mencapai tujuan secara efektif dan efisien, serta dapat mengantisipasi perkembangan organisasi ke depan. Orang-orang modern telah mengaplikasikan dalam berbagai aktivitas, baik yang bertujuan komersial maupun sosial, dan nyata-nyata telah memberi banyak sumbangan bagi kemajuan lembaga mereka.

Organisasi Ta’mir Masjid bila ingin maju harus mengadopsi ilmu organisasi dan management modern.

Pada dasarnya penerapan organisasi dan management dalam sistim organisasi Ta’mir Masjid adalah untuk mempermudah usaha mencapai tujuan. Dengan menerapkan prinsip-prinsipnya, insya Allah, akan diperoleh beberapa keuntungan, di antaranya:

1. Semua aktivitas dilakukan secara terencana dan direncanakan berdasarkan pertimbangan rasional serta dapat dipertanggungjawabkan.

2. Aktivitas diselenggarakan secara terorganisir dengan menghindari terjadinya tumpang tindih.

3. Dalam melaksanakan aktivitas lebih terkoordinasi dengan sistim kepemimpinan dan tanggungjawab yang jelas.

4. Pelaksanaan aktivitas maupun hasilnya dapat mudah diawasi dan diarahkan sesuai dengan tujuan penyelengaraannya.


MENCARI ALTERNATIF FORMAT BARU

Di Indonesia telah berkembang organisasi Ta’mir Masjid, atau dengan nama lainnya seperti: Dewan Kesejahteraan Masjid, Dewan Kepengurusan Masjid, Dewan Kemakmuran Masjid atau Pengurus Masjid; yang menjadikan Masjid sebagai titik pusat perhatiannya. Sementara faktor umat sebagai satu kesatuan jama’ah masih belum tersentuh dengan baik, sehingga menimbulkan kesenjangan dalam pembinaannya. Masjid dan umat kurang menyatu karena sistim jama’ah-imamah yang kurang tergarap.

Diperlukan kajian-kajian atau pemikiran -khususnya oleh Departemen Agama, Universitas Islam dan Ormas Islam- tentang konsep kesatuan Masjid-jama’ah-imamah, agar dapat dihadirkan organisasi Ta’mir Masjid yang mampu mengintegrasikan ketiganya. Namun, konsep tersebut tidak hanya untuk menyahuti pengorganisasian dalam suatu wilayah Masjid saja, tetapi juga membahas mengenai hubungan antar organisasi Ta’mir Masjid, baik di tingkat lokal maupun nasional.

Juga, konsep tersebut tidak berhenti pada tataran filosofis-konsepsional saja, tetapi yang lebih penting adalah menjelma dalam konsep-konsep teknis-operasional yang dapat dilaksanakan secara langsung di lapangan.

Kalau sistim tersebut tersusun, kemudian diderivasi dalam petunjuk-petunjuk pelaksanaan dan selanjutnya diaplikasikan dengan baik dalam komunitas muslim, insya Allah, kemakmuran Masjid dan jama’ahnya yang selama ini kita dambakan dapat menjadi kenyataan. Pada gilirannya, kebangkitan Islam dan islamisasi kehidupan umat manusia akan mengalami akselerasi; dan pada akhirnya, Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin dapat kita rasakan bersama.


PENATAAN ORGANISASI TA’MIR MASJID

Saat ini perlu dihadirkan organisasi Ta’mir Masjid yang mampu menyatukan Masjid, jama’ah dan imamah dalam suatu komunitas muslim. Konsep ini menekankan bukan hanya Masjid sebagai tempat aktivitas ibadah, tetapi juga umat Islam sebagai subyek sekaligus obyek dari aktivitas tersebut. Umat Islam di sekitar suatu Masjid membentuk satu kesatuan jama’ah, dan dibimbing oleh imamah Pengurus Ta’mir Masjid. Karakter yang ingin dikembangkan adalah demokratis, egaliter dan penuh partisipasi dengan dilandasi nilai-nilai Islam.

Format organisasi Ta’mir Masjid ini memanfaatkan prinsip-prinsip organisasi dengan lebih serius, seperti adanya tujuan, visi dan misi yang jelas, departementasi dalam bidang-bidang kerja, hirarki kepengurusan yang diikuti adanya hak, wewenang dan tanggungjawab, pendelegasian tugas, pengaturan besarnya span of control, unity of command dan lain sebagainya. Prinsip-prinsip management juga diaplikasikan dengan sungguh-sungguh, misalnya planning, organizing, actuating dan controlling (POAC.
Pemikiran mendasar yang melatarbelakangi format organisasi Ta’mir Masjid adalah karena semakin beragamnya kebutuhan da’wah islamiyah dan keinginan untuk melibatkan seluruh potensi umat dalam upaya-upaya memakmurkan Masjid serta kebutuhan dalam menyahuti kebangkitan Islam yang telah dicanangkan di abad 15 Hijriyah ini.

[+/-] Selengkapnya.....